7 Harapan yang Bisa Buat Industri Game Lebih Baik di Tahun 2019
Tahun 2018 tak terasa sebentar lagi akan berakhir. Menjelang bergantinya tahun yang sudah membuatmu merasakan beratnya sebuah proses pendewasaan, video game juga telah berubah menjadi suatu industri yang lebih berkembang dan revolusioner di setiap tahun.
Namun, tidak semua perubahan tersebut telah menghasilkan suatu nilai yang positif. Ada hal-hal yang seringkali disesalkan hingga membuat kita sempat gregetan melihat segala tingkah dari para developer ataupun gamer yang sukses menjadikan kesuluruhan hobi kita ini sudah tak terasa nikmat kembali. Microtransaction, game mobile, dan online game mungkin adalah beberapa komponen baru yang sudah mulai membentuk mindset kita terhadap dunia gaming sekarang. Akan tetapi, tidak serta merta pula kita harus secara naif menyalahkan segala bentuk inovasi yang sebenarnya juga masih bisa memberikan dampak positif untuk iklim industri video game.
Lewat hal itu, saya pribadi merasa tergerak untuk mengungkapkan apa yang sebisa mungkin harus coba kita refleksikan bersama dan hal apa pula yang wajib untuk terus-menerus disuarakan demi membangun suatu lingkup komunitas yang sama-sama berjalan secara mutualis. Pada dasarnya, saya hanya mengharapkan suatu hal yang tergolong sederhana, namun dengan pelaksanaan ego yang harus sama-sama bisa diredam.
Daftar isi
1. Jangan “MALAS” please….
Salah satu penyakit utama pihak developer atau publisher dalam merilis sebuah game memang sudah tidak terlalu didominasi lagi oleh hal-hal yang berbau pay to win dan microtransaction. Sialnya, justru tentang hal dasar yang selama ini dipegang teguh ketika mengembangkan game itu sendiri. Kejadian yang terjadi pada Fallout 76 telah banyak membukakan mata kita tentang pentingnya video game untuk dibuat secara serius.
Kemalasan dalam mengoptimalkan pembuatan game dan terburu-burunya mereka untuk mengeksekusi game tersebut di hadapan para khalayak demi mendulang profit adalah hal yang sebisa mungkin harus dihindarkan di tahun 2019. Saya tahu membuat game yang sempurna tanpa bug itu terkesan utopis. Tapi memaksa untuk menyajikan sebuah game dengan standar tak layak juga merupakan upaya yang sangat begitu tercela bagi keseluruhan gamer yang masih memiliki akal sehat. Dengan uang yang sudah capek-capek dikorbankan untukmu, para gamer berhak mendapatkan suatu timbal balik kesenangan yang benar-benar sepadan. Jangan samakan mereka dengan seorang tester yang wajib menemukan berbagai banyak bug atau kesalahan demi membenahi gamemu, karena mereka pada kenyataannya adalah orang yang sudah membayar, bukan dibayar.
Hal yang saya ungkapkan di atas juga tidak terbatas mengenai bug saja, melainkan juga dari keseluruhan kualitas fitur atau konten game yang belakangan semakin dibuat dengan usaha yang sekecil-kecilnya sembari ingin mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Jika sebagian besar developer punya mental yang *maaf “bobrok” seperti ini, industri game lama-kelamaan sudah bukan menjadi salah satu industri yang kreatif lagi, melainkan malah menjadi industri yang banyak memproduksi bibit-bibit penyilat lidah yang mampu menghipnotismu untuk memaklumi dan menormalisasi kesalahan mendasar mereka.
2. Melabeli dan mempromosikan harga game dengan “PANTAS”
Masih memiliki benang merah dari betapa malas dan kemaruknya developer sekarang dalam memproduksi game, harga memang adalah satu motor pendongkrak yang dapat membuat industri game masih bisa berjalan dan tetap hidup. Akan tetapi, tak jarang pula banyak dari mereka sering terbuai oleh nama besar yang mereka punya beserta dengan kenangan-kenangan manis yang sudah pernah mereka torehkan di masa lalu, sehingga membuat game seadanya dengan harga yang sepremium mungkin seakan sudah menjadi semacam status quo bagi para developer-developer malas tersebut.
Ini bukan soal harga game yang harus turun seturun-turunnya. Namun, cobalah untuk bersikap jujur dan memposisikan dirimu sebagai gamer ketika menilai bagaimana kualitas atau kondisi game yang saat ini sedang dibuat sekaligus dirasakan. Keberadaan game-game dengan harga 700k, 800k, hingga sejuta lebih sebenarnya tidaklah menjadi masalah apabila keseluruhan isi game yang dihadirkan memang sesuai dengan harga yang mau disodorkan seperti pada game God of War, Spider-Man, Red Dead Redemption 2, Forza Horizon 4 ataupun game-game yang digarap dengan penuh kesungguhan lainnya (maaf kalau mulai sebut merk).
Tapi bila sebaliknya, pasti suatu saat akan muncul sebuah pertanyaan dari para konsumen tentang dimanakah hasrat, gairah, ataupun semangat yang biasa “Kamu” tunjukan dalam menciptakan game ? Intinya, cobalah jadikan hal ini sebagai renungan untuk bisa lebih mengintegrasikan kualitas dan target yang hendak pihak pembuat game capai ketika sedang mencanangkan sesuatu.
3. Kepekaan dev. untuk para fans yang berhasil membuat mereka bisa seperti sekarang ini
Mengubah pakem dasar dari suatu franchise adalah tindakan yang tergolong berani dan patut diapresiasi daripada harus merasa terpaku atau stagnan terhadap konsep yang biasa dibuat. Namun, tidak semua perubahan tersebut bisa membawa suatu dampak yang positif bagi keberlangsungan tiap franchise gamemu. Jika kamu sengaja mendasari perubahan murni hanya demi mengejar pasar atau tren yang menggiurkan ketimbang sebuah passion untuk menciptakan kejutan baru, kamu bisa saja selama ini telah mengkhianati kepercayaan dari para gamer yang sudah lama mendukung sejak kamu belum menjadi apa-apa.
Diablo mobile mungkin adalah salah satu contoh paling aktual dari betapa pentingnya memahami kondisi dari apa yang sebisa mungkin dihindari beserta dengan hal-hal yang seyogyanya harus diperjuangkan untuk para pendukungmu. Studio yang baru saja berhasil memenangkan penghargaan game terbaik di tahun ini versi The Game Award saja telah menunjukan bahwa perubahan sama sekali tidak akan mendatangkan bencana jika dilakukan atas dasar niat yang lebih ksatria. Jadi, demi membangun image yang baik di mata publik dalam memandang industri game zaman now, jangan pernah sekalipun untuk mengabaikan hal yang selama ini diinginkan oleh para konsumen setiamu.
4. Berkembangnya proteksi game yang lebih garang namun tidak jadi “bumerang”
Pembajakan bukanlah isu baru yang mengancam industri game. Sudah bertahun-tahun lamanya developer dan publisher selalu memerangi dan mempersulit usaha para cracker dalam menjebol game mereka. Dengan semakin modernnya perkembangan teknologi, ada sedikitnya harapan yang dapat membuat laju perkembangan industri pembajakan jadi semakin terhambat lewat ketatnya beragam jenis proteksi yang mereka gunakan.
Keberadaan DRM beserta firmware konsol belakangan telah mampu memberi sedikit angin segar bagi para developer untuk bisa lebih fokus dan tenang dalam menciptakan karya-karya game yang terbaik. Namun, kualitas dari proteksi itu sendiri juga sebisa mungkin harus ditingkatkan lagi pada tahun-tahun mendatang, sembari tak mengesampingkan pula potensi efek “harm” bagi para pemain yang memainkan game-game berproteksi.
Bagi saya, hal ini sangat penting sekali dalam membentuk kepercayaan industri game secara lebih baik. Para gamer kini tidak punya alasan lagi untuk menyalahkan DRM sebagai program yang dapat merusak kestabilan hardware mereka hingga menjadikan itu sebagai alasan untuk membajak game. Di satu sisi, para developer pun juga tidak lagi merasa ragu dan terganggu untuk menciptakan game dengan kualitas yang optimal.
5. Kesadaran tentang hal-hal “Original” yang lebih ditingkatkan
Masih agak menyambung dari poin keempat di atas, tiap tahun fenomena pembajakan sepertinya selalu ditakdirkan untuk tidak pernah bisa selesai secara bersih dan menyeluruh. Tanpa ada kesadaran dari pihak yang selama ini getol dalam menyuburkan tindakan negatif tersebut, usaha developer untuk memproteksi karya mereka sebenarnya juga bisa menjadi cukup menantang dan menyulitkan. sehingga, tak adil rasanya apabila kita hanya menyerahkan semua amanah ini kepada pihak developer tanpa diimbangi oleh pengertian dan nurani dari para komunitas gamer seperti kita-kita.
Studio game yang berhasil bangkrut karena pembajakan itu bukan sebuah cerita fiksi. Realita pahitnya bisa diibaratkan seperti penyakit kanker yang membutuhkan penanganan super khusus untuk bisa diangkat sekaligus dicabut dari permukaan. Namun, usahamu untuk meminimalisir pembajakan juga bisa dianalogikan sebagai upaya dari para dokter atau ilmuwan yang sedang meriset beragam temuan obat atau metode terbaik dalam menyembuhkan penyakit mematikan tersebut, ataupun kamu bisa pula berperan menjadi seorang pasien yang berusaha untuk menjalani hidup sehat demi terhindar dari penyakit kanker.
Pertanyaannya, maukah kamu berkontribusi seperti itu demi mengubah potret industri game ke arah yang lebih baik ?
6. Sikap “Open Minded” terhadap keberadaan game-game lain
Video game memang merupakan pasar usaha yang dikenal sangat luas namun juga ketat. Memproduksi game dengan kualitas yang bagus saja belum cukup jika tidak dibarengi dengan hasil penjualan yang mampu menutup segala tanggungan hidup para developer. Tutupnya studio Telltale, dan masih banyaknya developer-developer indie lain yang belum mendapat publisitas layak dari hasil kerja mereka, membuat kita seharusnya berkaca. Bukan tentang hanya seberapa, tapi bagaimanakah tingkat perhatianmu selama ini kepada developer-developer wong cilik yang sudah membuat game ?
Perlu tumbuhnya semacam rasa “kepo” untuk bisa terbuka dan mau mengenal game-game yang sangat begitu baru dan asing dari preferensi kalian merupakan suatu jalan pembuka yang dapat membuat industri game menjadi semakin berbhinneka. Menumbuhkan budaya keterbukaan dalam mencari atau mengetahui beragam jenis game juga diindikasikan bisa sedikit mengerem kecenderungan latah seseorang terhadap tren-tren posesif yang sudah terlanjur mengakar di kalangan para gamer.
7. “Florence” sebagai pendobrak kelatahan dunia game mobile
Game Florence baru saja resmi memenangkan suatu gelar sebagai game mobile terbaik dalam ajang penganugerahan The Game Award. Hebatnya, game ini berhasil mengalahkan nominasi-nominasi kuat lain seperti Fortnite Mobile dan PUBG Mobile. Tidakkah kalian heran dan penasaran bagaimana hal tersebut bisa terjadi, padahal gamenya hanya bergenre novel interaktif yang simplistik semata ?
Konsep dan pesan moral kuat yang ingin disampaikan oleh Florence rupanya punya suatu potensi untuk dapat membuka hati banyak orang tentang pentingnya melihat keteguhan developer dalam menciptakan suatu keindahan yang tertuang di tiap game mereka.
Sesuai dengan poin saya sebelumnya, kecenderungan untuk bersikap open minded bisa menjadi awal yang manis agar game Florence-Florence yang selanjutnya bisa semakin harum, lestari, dan mendapat apresiasi yang tak kalah pantasnya dengan game-game yang mensugesti kamu untuk push rank, top up, pamer skin, bergacha secara semu, hingga mencari chicken dinner yang tak kunjung terengkuh. Ini bukan bentuk hate speech ya untuk game-game mobile yang sedang populer belakangan ini ? Hanya saja, yuk coba mulai peka untuk melihat luasnya pesisir mutiara dan sisi yang lain yang bisa tersuguhkan oleh platform mobile.
Demikianlah harapan-harapan “sepele” dari saya pribadi agar industri video game di tahun 2019 esok tidak mengalami suatu kondisi yang “one sided” akibat kenegatifan yang selama ini sering merongrong dan mengancam insan-insan yang ingin mewarnai dunia video game menjadi lebih bermakna. Adakah suatu tambahan keluh kesah atau opini lain yang mungkin ingin kamu sampaikan untuk industri hobi kita yang tercinta ini ? Kalian tidak perlu sungkan-sungkan kok untuk menuliskannya secara langsung di kolom komentar Facebook kami.
Jangan lupa untuk membaca celotehan-celotehan kami dalam halaman rubrik Opini, beserta dengan berita-berita menarik lain seputar video game dari saya, Ido Limando.